Berani nyaman sendirian Kata orang, salah satu cara menemukan jati diri adalah dengan solo traveling . Saya mengamini perihal ini karena dengan bepergian sendirian, satu-satunya yang bisa diandalkan, ya, siapa lagi, kalau bikin diri sendiri? Kita diajak belajar percaya pada diri sendiri, mandiri dan mengenal lebih banyak tentang diri sendiri. Kebetulan, saya orang yang nyaman sendirian. Pergi sendiri ke bioskop nonton film Ada Apa Dengan Cinta 2 di tengah ramai sesak di hari pemutaran perdana? Saya pernah. Makan sendirian di restoran yang ramainya bukan main, ah , biasa itu, mah . Solo traveling ? Saya pun pernah, walaupun masih sebatas perjalanan antar kota. Tidak seperti makan dan nonton di bioskop yang minim risiko, solo traveling atau liburan sendirian masih menjadi hal yang aneh dan mengkhawatirkan bagi beberapa orang. Berada di lingkungan asing tanpa orang dikenal? Duh , malapetaka! Bagaimana kalo saya ditipu warga lokal? Bagaimana kalau ada hal-hal buruk yang menimpa...
Saya ingat betul, waktu itu saya menangis di sebuah Pujasera yang letaknya ada di luar stadion olahraga dekat kampus. Saat itu saya tidak mampu membendung air mata saya, di semester awal saya berkuliah, saya merasa bukan siapa-siapa. Saya merasa hanya remah-remah. Kecil, tidak terlihat, sepele, dan dianggap sebelah mata. Ketidakbergunaan saya saat itu membuat saya tersedu. Ibarat memulai semuanya dari nol, kehidupan kampus mampu mengejutkan saya. Merasa diri ini bukan siapa-siapa. Detik itulah saya merasa berada di level paling bawah kehidupan.