Aku tak pantas bila menyebutnya sebagai 'sempat memiliki'. Namun, hanya saja aku mensyukuri saat-saat itu, yang kini untuk kembali ke masa itu saja sepertinya kau sama sekali tak mengijinkanku, wahai engkau yang kukhidmati parasmu tiap ada waktu.
Fragmen-fragmen yang terekam jelas dari sebuah masa yang mereka sebut masa lalu, potongan-potongan kenangan itu begitu kuat menyandera seluruh neuron di otakku. Aku ingat betul, sebuah perbincangan antara kau dan aku, sebuah jarak yang tak berjarak, setidaknya kala itu aku masih di dekatmu. Dekat.
Hingga pada suatu masa, kebodohanku akhirnya datang juga. Atau mungkin lambat laun akan seperti ini juga akhirnya? Entah.
Pada suatu masa, seperti yang pernah kuungkapkan sebelumnya, kebodohanku akhirnya datang juga.
Aku menyukaimu.
Semuanya akan baik-baik saja andai kau tak tahu, semua masih akan tetap sama andai perasaan ini kusimpan rapat-rapat. Semuanya akan berada pada tempatnya --tak bergeser seincipun-- andai kau tak sadar bahwa aku kerapkali memandangmu di sela-sela waktu.
Tapi, kau tahu.
Segalanya hanya menjadi sebuah pengandaian untukku. Andai-andai yang mengubah semuanya porak poranda, berubah, berada tidak pada tempatnya. Semuanya tidak akan sama lagi.
Kau menjauh. Meski ruang yang kita huni tiap hari ini tak bertambah lebar sesenti pun, kau kini berjarak, meski masih berada satu atap denganku. Kau kini tak kukenal, meski berpapasan tiap denting jam dinding menunjukkan pergantian waktu. Sudah kubilang, semuanya tidak akan sama. Ini semua karena kau tahu. Dan meski kau berpura-pura tidak tahu dan aku bersandiwara untuk tetap berada di areaku, kita tak akan lagi sama. Kita kini bukanlah kita di masa lalu.
Aku tak tahu mengapa engkau seperti itu, apakah semua wanita seperti itu? Oh, maksudku perempuan. Apa mungkin kau hanya ingin kita hanya sebagai teman sehingga perasaanku ini membuatmu risih? Aku terus berspekulasi, menyimpulkan, dan menerka-nerka. Hingga daya upaya yang bisa kupilih saat ini adalah tetap diam menunggumu di situ. Menunggu di pojok hatimu, bertanya akankah aku berada di situ kelak di masa depan?
Aku menunggu. Berbenah. Berhias. Mungkin saja bisa kumiliki kau sebagai wanitaku suatu waktu bila sudah kubenahi diriku.
Aku diam. Menatapmu di sela-sela waktu untuk hayati betapa menawannya parasmu di mataku.
Aku hanya mampu mengamati, meski kau kini punya banyak orang yang sama-sama mengagumimu layaknya aku. Yah, walaupun begitu, aku masih yakin canduku terhadap dirimu kadarnya tidak akan sama dengan yang lain.
Aku hanya mampu tersenyum. Kala namamu tak sengaja kubaca, nama yang begitu indah, deretan nama yang sama eloknya dengan parasmu.
Meski pernah kuutarakan beberapa perempuan cantik yang membuat obsidianku membulat, namun percayalah mereka tak ada apa-apanya dengan keberadaanmu di hatiku. Sama sekali tak sebanding.
Suka? Cinta. Entahlah. Mengapa harus kau? Pertanyaan yang tak perlu punya jawaban. Karena cinta tak pernah tahu di hati yang mana ia akan jatuh.
Kau merupa sesuatu yang ingin kuraih, berwujud sesuatu yang ingin kumiliki suatu hari nanti. Yang kelak di masa depan aku akan menjabat tangan Ayahmu dan bersaksi di hadapan Tuhan bahwa aku siap bertanggungjawab atas segala urusanmu.
Namun, di pagi yang masih dini ini, aku hanya ingin melihatmu bahagia. Entah dengan siapa nanti hatimu akan jatuh dan berlabuh. Munafik? Mungkin, tapi tidak juga. Ah, baiklah.
Semoga bahagia!
*requested by Fatchurrahman Geigy H. teruntuk sosok yang menawan hatinya.
Comments
Post a Comment