sumber: google |
Selesai membaca Morning Light, saya jadi berpikir ulang dengan apa yang orang-orang sebut sebagai PASSION. Saya kira saya harus menciptakan kebahagiaan dari passion saya. Di buku itu, passion adalah sesuatu yang kita cintai. Yang dilakukan secara bersemangat dan berdebar-debar. Saya mulai mengingat-ingat kembali kapan terakhir kali dan dimana saya merasakannya. Sebelumnya saya ingin membahas beberapa hal yang mungkin saya suka.
Yang pertama, kimia. Entah, mungkin ini dipengaruhi oleh guru yang mengajar saya sewaktu duduk di menengah pertama. Kini di tingkat pertama menengah atas, saya mencoba untuk mengikuti seleksi Olimpiade Sains Nasional di bidang kimia di sekolah. Dan ternyata, saya lolos. Tentu saya senang, karena setidaknya mungkin saya bisa 'muncul' ke permukaan. Oh tunggu, sebelumnya ketika di bangku menengah pertama saya sempat ingin bekerja di bidang farmasi dan berprofesi sebagai staf di BPOM. Hal yang mendasari saya waktu itu adalah cerita kakak saya tentang tetangganya yang berprofesi serupa yang selalu membawa makanan hasil pemeriksaan BPOM ketika pulang ke rumah. Pada saat itu, merupakan sebuah profesi yang menggiurkan bagi saya. Menyambung ke karir OSN saya, setelah melewati beberapa kali bimbingan, entah otak saya yang bebal dan lemot hingga tak mengerti tentang apa yang sudah diajarkan. Pengajarnya adalah seorang dosen, gaya mengajarnya cepat dan... yah sepertinya kurang cocok dengan saya. Alhasil, saya hanya mencatat dan bisa dibilang kurang bersemangat untuk karir saya yang satu ini.
Kedua, melukis. Saya suka dengan warna. Dari Sekolah Dasar saya suka menggambar. Dan kau tahu, saya pernah bercita-cita menjadi pelukis. Sungguh impian anak-anak yang masih idealis dan jujur. Tapi entah mengapa menginjak dewasa, tangan saya sudah kaku memegang pensil kayu. Menggoreskannya saja saya tak ingat. Maksudnya, menggoreskannya dengan baik. Tangan saya sudah kaku. Hingga saya memutuskan untuk menutup hobi ini rapat-rapat.
Ketiga, menulis. Mungkin ini satu-satunya hal yang masih saya pegang teguh hingga sekarang. Entah darimana saya mulai menyukai rangkaian aksara. Yang jelas, saya teringat sewaktu kecil di ruang tamu ketika senja hendak berganti malam. Langitnya warna kebiruan, biru tua tapi masih belum gelap. Saya membawa puisi saya, puisi yang sangat polos disertai gambar bendera Indonesia disana. Puisi yang saya serahkan pada kakek saya yang baru pindah dari Surabaya ke Sidoarjo. Yang menginap di rumah saya beberapa waktu sebelum menemukan persinggahan yang tepat. Saat itu, saya merasa benar-benar menjadi seorang cucu ketika membawa karya saya ke depan muka beliau. Saya lupa apa katanya. Puisi itu bercerita tentang pergantian presiden yang selalu terjadi berkala. Ketika itu saya membandingkannya dengan warna bendera yang tak pernah berganti. Lalu, bila bendera saja tak berganti mengapa presiden harus berganti-ganti? Mengingat ini, saya jadi rindu bagaimana polosnya saya dulu.
Dan saat ini, ketika saya membongkar memori dalam rak di otak saya. Hal yang membuat saya menggebu-gebu dan bersemangat adalah ketika saya ditugasi mengurus blog klub jurnalistik di sekolah. Dan hal lainnya, sewaktu saya bersama tim mendapat tugas dari klub jurnal untuk mencari berita dan menyusunnya dalam dua hingga tiga jam. Ini terjadi ketika pertama kali saya mengikuti klub tersebut, bisa dibilang masa orientasi. Pada saat itu saya merasa bersemangat. Mencari berita, menangkap momen dan menyusunnya dalam
rangkaian kata. Saya suka itu. Dan ujung-ujungnya tim kami yang menjadi pemenangnya. Yang kedua, hal ini terulang lagi saat diklat, saya dan tim (dengan komposisi anggota yang berbeda) mendapatkan tantangan yang sama. Dan alhasil, kami menjadi pemenang. Sungguh, ada rasa bangga yang terselip di hati saya waktu itu. Oh iya, hal yang membuat hati saya berdebar dan bersemangat adalah ketika di akhir tahun 2012 mendadak saya menciptakan sebuah cerpen. Cerpen yang terinspirasi dari dia, sosok yang menjelma tulisan saya di blog ini belakangan. Cerpen yang saya buat hanya dalam waktu dua jam dan mendapat nominasi cerpen pilihan di cerpenmu.com . Ialah cerpen Kisah Cinta Istimewa yang entah, mungkin saat itu saya hanya sedang jatuh cinta.
Sekarang saya berada di jalur IPS di program menengah atas. Saya kira saya lebih cocok di kelas Bahasa. Karena jujur saja, yang mendasari saya menyukai aksara adalah keindahannya. Bagaimana seorang penulis bisa menyihir saya dan membuat saya larut dalam tulisannya. Seindah kata-kata Lao Tzu ataupun kebijaksanaan Plato dan Socrates.
Kembali ke jenjang pilihan saya, beberapa teman saya menyayangkan pilihan saya, mengingat saya pernah mengikuti OSN kimia. Tapi saya pikir itu adalah bagian dari fase saya. Yang saya putuskan tidak untuk melanjutkannya. Semua itu adalah bagian dari riwayat saya, yang akan bersatu padu membentuk saya di masa depan.
Kini saya kembali menata ulang passion saya, apakah saya akan menulis novel? Karena saya rasa saya belum terlalu baik dalam menciptakan alur. Apakah saya akan menulis artikel? Mungkin saja. Apakah saya akan berkecimpung di dunia jurnalistik? Memang itu yang saya mau. Tapi lepas dari semua itu menulis adalah passion saya. Yang sudah saya tulis di dinding kamar saya. Writing is my passion and Badminton is something entertains me. Dan bukankah penulis harus bisa menulis segalanya? Setidaknya dengan begitu, dapat melebarkan sayapnya dengan luas.
Saya akan terus belajar. Belajar tentang merangkai kata. Dan merangkai hidup agar saya bahagia. Ya, karena hidup adalah untuk bahagia, bukan?
-intanpus
Comments
Post a Comment