"Selamat malam,ya." Seorang rangka manusia membaca sebuah pesan dari layar ponsel rangka manusia di sebelahnya.
"Cie yang dikasih ucapan." lanjutnya.
"Nggak." jawab si empunya benda elektronik itu dengan tersipu malu.
"Kamu kok nggak tidur?"
"Ahay. Romantis amat."
Kumpulan itu jadi begitu ramai. Riuh suara mendengungkan kata "Cie" dan "cie", menampakkan senyum yang mengembang dari dua insan yang terlibat disana. Dua insan yang tak jelas apakah tawanya adalah sebuah pertanda setuju atau hanya tanggapan bingung menanggapi ulah teman-temannya. Entahlah.
--
Di sudut lain. Masih di tempat yang sama. Ada raga yang tengah terduduk diam. Lebih tepatnya berpura-pura sibuk bersama lembaran kertas miliknya. Ada sesuatu yang berdegup kencang tepat di dalam dadanya. Sebuah energi panas seketika menyetrum organ-organ miliknya. Nafas panjang sesekali ia hirup. Indra penglihatannya ia paksa untuk tak menumpahkan segala sesuatunya saat ini juga. Tidak. Tidak bisa. Ia harus menahannya.
Keturunan Hawa itu berjalan, melewati kerumunan yang sedari tadi mengusiknya. Kata 'cie' dan 'cie' yang kini memekakkan telinganya.
"Kamu punya headset nggak?"
"Nggak."
Raga itu pergi ke tempatnya bersemayam.
"Eh, headset dong."
"Laguku jelek-jelek."
"Gapapa. Bagi ya?"
Raga itu kini tengah menyumpal satu telinganya dengan benda yang mengeluarkan dentuman irama musik itu. Meski hanya satu telinga yang berhasil ia sumbat, setidaknya ia dapat mengalihkan apa yang mengusik hatinya. Yang membuat perasaannya sesak. Benar-benar sesak.
--
Belum habis. Ada seorang anak Adam. Kini ia tengah menyibukkan dirinya bersama raga dengan satu headset di telinga.
"Ini gimana caranya?"
"Ini....eh gatau ding. Liat aja di buku."
"Hmmm."
Sementara di kerumunan itu. Satu orang darinya akhirnya pergi. Kini ia berada di tengah-tengah gadis dan lelaki yang tengah berpura-pura dan menyibukkan dirinya.
"Wah ada rival." Rangka yang sama dengan yang membaca sebuah pesan dari layar ponsel tadi.
"Nggak ah. Kita teman." Jawab lelaki yang tengah sibuk bersama lembarannya kepada lelaki yang baru datang di tengah-tengah mereka. Lelaki yang hanya menyarangkan seulas senyum.
Lelaki itu kini menghilang layaknya angin. Bersama lembarannya ia telah berada di sisi lain ruangan itu. Berteman dengan headset yang terpasang di kedua telinganya. Mencoba memfokuskan diri pada lembaran kertas di depannya.
Tanpa satupun sadar, gadis dan lelaki itu melakukan hal yang sama. Menyibukkan diri dengan headset dan tugas. Mungkin saja, tengah ada badai di hati mereka. Yang membuat mereka sesak. Hingga pada akhirnya memilih untuk bersemayam di dunia mereka sendiri.
Urusan hati, siapa yang dapat menerka isinya dengan tepat?
--
Ini adalah kisah ironi. Kisah tentang mereka yang jatuh cinta dalam diam. Tahukah kamu? Sesungguhnya sudah terlalu banyak raga yang mencintai dalam diam. Yang menikmati perasaannya sendiri tanpa harus dibagi-bagi. Yang menanggung nelangsanya sendiri dengan ditutup-tutupi.
Sesungguhnya di balik tawa 'polos' yang menyeruak, yang mengira niat mereka hanya sekadar sebuah canda. Menyisakan raga-raga yang jiwanya tersakiti. Raga-raga yang berharap ada senyum permanen di wajah mereka. Hingga tak perlu susah payah menyunggingkan senyumnya dan membuat keadaan seolah-olah baik-baik saja.
Ya. Ini adalah kisah tentang mereka yang jatuh cinta diam-diam.
"Cie yang dikasih ucapan." lanjutnya.
"Nggak." jawab si empunya benda elektronik itu dengan tersipu malu.
"Kamu kok nggak tidur?"
"Ahay. Romantis amat."
Kumpulan itu jadi begitu ramai. Riuh suara mendengungkan kata "Cie" dan "cie", menampakkan senyum yang mengembang dari dua insan yang terlibat disana. Dua insan yang tak jelas apakah tawanya adalah sebuah pertanda setuju atau hanya tanggapan bingung menanggapi ulah teman-temannya. Entahlah.
--
Di sudut lain. Masih di tempat yang sama. Ada raga yang tengah terduduk diam. Lebih tepatnya berpura-pura sibuk bersama lembaran kertas miliknya. Ada sesuatu yang berdegup kencang tepat di dalam dadanya. Sebuah energi panas seketika menyetrum organ-organ miliknya. Nafas panjang sesekali ia hirup. Indra penglihatannya ia paksa untuk tak menumpahkan segala sesuatunya saat ini juga. Tidak. Tidak bisa. Ia harus menahannya.
Keturunan Hawa itu berjalan, melewati kerumunan yang sedari tadi mengusiknya. Kata 'cie' dan 'cie' yang kini memekakkan telinganya.
"Kamu punya headset nggak?"
"Nggak."
Raga itu pergi ke tempatnya bersemayam.
"Eh, headset dong."
"Laguku jelek-jelek."
"Gapapa. Bagi ya?"
Raga itu kini tengah menyumpal satu telinganya dengan benda yang mengeluarkan dentuman irama musik itu. Meski hanya satu telinga yang berhasil ia sumbat, setidaknya ia dapat mengalihkan apa yang mengusik hatinya. Yang membuat perasaannya sesak. Benar-benar sesak.
--
Belum habis. Ada seorang anak Adam. Kini ia tengah menyibukkan dirinya bersama raga dengan satu headset di telinga.
"Ini gimana caranya?"
"Ini....eh gatau ding. Liat aja di buku."
"Hmmm."
Sementara di kerumunan itu. Satu orang darinya akhirnya pergi. Kini ia berada di tengah-tengah gadis dan lelaki yang tengah berpura-pura dan menyibukkan dirinya.
"Wah ada rival." Rangka yang sama dengan yang membaca sebuah pesan dari layar ponsel tadi.
"Nggak ah. Kita teman." Jawab lelaki yang tengah sibuk bersama lembarannya kepada lelaki yang baru datang di tengah-tengah mereka. Lelaki yang hanya menyarangkan seulas senyum.
Lelaki itu kini menghilang layaknya angin. Bersama lembarannya ia telah berada di sisi lain ruangan itu. Berteman dengan headset yang terpasang di kedua telinganya. Mencoba memfokuskan diri pada lembaran kertas di depannya.
Tanpa satupun sadar, gadis dan lelaki itu melakukan hal yang sama. Menyibukkan diri dengan headset dan tugas. Mungkin saja, tengah ada badai di hati mereka. Yang membuat mereka sesak. Hingga pada akhirnya memilih untuk bersemayam di dunia mereka sendiri.
Urusan hati, siapa yang dapat menerka isinya dengan tepat?
--
Ini adalah kisah ironi. Kisah tentang mereka yang jatuh cinta dalam diam. Tahukah kamu? Sesungguhnya sudah terlalu banyak raga yang mencintai dalam diam. Yang menikmati perasaannya sendiri tanpa harus dibagi-bagi. Yang menanggung nelangsanya sendiri dengan ditutup-tutupi.
Sesungguhnya di balik tawa 'polos' yang menyeruak, yang mengira niat mereka hanya sekadar sebuah canda. Menyisakan raga-raga yang jiwanya tersakiti. Raga-raga yang berharap ada senyum permanen di wajah mereka. Hingga tak perlu susah payah menyunggingkan senyumnya dan membuat keadaan seolah-olah baik-baik saja.
Ya. Ini adalah kisah tentang mereka yang jatuh cinta diam-diam.
Comments
Post a Comment