Entah mimpi aku
semalam, mungkin harusnya sudah ada durian runtuh yang menjadi bunga tidurku.
Atau harusnya ada bulan yang jatuh tepat ke pangkuanku. Entahlah, aku tak
meributkan hal itu. Karena hari ini yang ku tahu ada hal luar biasa darimu. Ya.
Tawamu itu. Tawa yang tak kuduga akan sebegitu lepasnya. Tawa yang tak kusangka
akan begitu jujurnya. Dan tawa yang tak kukira disebabkan oleh makhluk di
depanmu. Makhluk yang mencuri pandang padamu, yang memandang lekat tiap ada
waktu. Itu. Aku.
Senyum yang mengembang
darimu tiap harinya memang sudah cukup untuk membuatku melayang hingga
langit-langit di atas awan. Senyum dengan alis terangkat ketika menatap dalam
bola mataku, senyum yang dengan sempurna mengembang bahkan ketika kamu belum
bersuara sepatah katapun. Senyum yang dengan lancangnya masuk ke dalam tidurku,
senyum yang selalu kuingat tanpa disuruh.
Tingkah lakumu dan
ucapanmu juga sudah sering menghantuiku. Merajai setiap sudut otakku hingga
hanya menyisakan sedikit ruang untuk memikirkan hal lain. Bagaimana tidak?
Setiap matahari terbit dan terbenam pada kisarannya, setiap hari bergantian
meregang dan bertugas, seperti itulah tingkah lakumu selalu membekas di mataku.
Kamu yang selalu memberikan perhatian kecil yang cukup untuk membuat syaraf di
wajahku tertarik hingga membentuk sebuah lengkungan mangkok. Tingkahmu yang tak
pernah habisnya untuk selalu mengeja namaku. Gerak-gerikmu dan sorot mata tajam
yang tak jarang ku tangkap basah. Sorot mata yang sesekali membuat aku
ketakutan namun selalu kurindukan kehadirannya.
Hari ini. Sepertinya
semesta berkonspirasi dengan waktu hingga ia melahirkan sebuah rentetan
peristiwa. Sebenarnya perbincanganku dan mu jauh dari kata penting. Cenderung ngelantur
dan tak tahu arahnya. Tapi bukan itu yang terpenting. Melainkan bagaimana cara
kita bersitatap satu sama lain, bagaimana sekali lagi senyummu berhasil merasuk
dengan sempurna ke organ-organ tubuhku. Semacam menyetrumkan energi yang akan
kugunakan untuk melewati hariku.
Kesalahan yang
menyenangkan. Mengawali bagaimana tawa itu tumbuh dari sosokmu. Aku tak habis
pikir dan seharusnya aku menunduk malu tentang ini. Tapi entahlah, kamu yang
tak menyalahkanku membuat semua ini mengalir. Mengalir hingga tak tahu
juntrungannya.
Aku telah diam membisu
menatapmu. Aku tak lagi tersenyum apalagi tertawa. Tak ada lagi yang dapat
kutertawakan. Semuanya telah habis untuk fase ini. Selesai. Tapi tidak bagimu,
aku memandangmu dengan tatapan aneh, tawamu itu menyeruak begitu saja. Hati dan
mulutku bekerja sama berucap ada apa
gerangan? Namun dirimu hanya meneruskan tawamu. Dengan wajah berbinar yang
akan terus ku bayangkan hingga detik ini. Saat ini. Ketika aku mengetik tulisan
ini.
Kamu dan tawamu. Tawa
yang beruntung disebabkan olehku.
Tawa
yang akan kurindukan. Selalu.
Comments
Post a Comment