Skip to main content

Perahu Kertas

"Sini, ikut aku lihat langit." Gadis itu menyeret seorang gadis lainnya, membawanya ke sebuah beranda rumah dengan pilar marmer yang tak terlalu besar. Kedua gadis itu akhirnya memilih untuk mendaratkan diri pada ubin persegi yang dingin dan keduanya tanpa memakai alas kaki. Kali ini, sepertinya bukan langit yang akan mereka lihat. Tentu saja, langit tertutup awan mendungnya yang perkasa, awan yang bergerak cepat hingga pandangan mata tak sanggup mengejarnya.
Hujan mulai turun dengan sempurna, membasahi apa saja yang ada di atas tanah. Meski begitu, keduanya enggan beranjak dari tempat mereka sekarang, meski air hujan sesekali memercikkan butiran-butirannya pada kain yang mereka kenakan. Ya, mengapa harus menghindari hujan bila memang pada awalnya ingin melihatnya?
Aliran air yang lewat di sebuah saluran tepat di depan mereka membuat salah seorang gadis mengajukan permintaan.
"Ayo buat perahu kertas!" Seru salah seorang gadis. Tanpa waktu lama, gadis itu meluncur ke dalam bangunan di belakang mereka, pergi mencari secarik kertas yang akan dikorbankan untuk mengarungi aliran air.
Dengan secarik kertas yang dibawanya, ia menyerahkannya pada gadis lain yang tadi mengajaknya kemari. Gadis itu tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan sebuah origami perahu kertas. Dengan tangan yang sedikit basah disambangi hujan, perahu kertas itu memang tak sekuat biasanya.
"Dilarung ya!" Seru seorang gadis yang sedari tadi memandang langit sembari menunggu perahu itu jadi.
"Tunggu! Aku doain dulu." Gadis lain menutup mata, berdoa -lebih tepatnya berharap-
Semoga rasa yang tumbuh ini akan mengalir, ikut bersama aliran air ini. Jauh,jauh ke sumbernya. Ke tempat yang lebih luas. Amin.
Dengan sigap perahu kertas itu mengalir bersama dedaunan kecil. Melakukan ekspedisi di atas aliran air hujan yang jernih.
Tapi, tunggu.... tak sampai 10 senti, perahu kertas itu berhenti. Ia mulai rusak karena terjangan air hujan dan karena kertas yang tak cukup kuat dari awal.
Perahu kertas itu akhirnya hancur. Rusak di tempatnya. Di depan bangunan itu. Tak berubah. Tak berpindah tempat ke tempat yang lebih luas.
Gadis itu menatap pada perahu kertas karyanya, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
"Jadi, apakah perasaan ini akan berakhir di tempat ini juga? Di tempat dimana aku memulainya. Apakah perasaan ini tak bergerak? Tak berubah? Akankah hilang sendirinya, di tempat pertama kali aku menemukannya? Mungkin saja."


Comments

Popular posts from this blog

Solo Traveling: Berani Nyaman Sendirian

Berani nyaman sendirian Kata orang, salah satu cara menemukan jati diri adalah dengan solo traveling . Saya mengamini perihal ini karena dengan bepergian sendirian, satu-satunya yang bisa diandalkan, ya, siapa lagi, kalau bikin diri sendiri? Kita diajak belajar percaya pada diri sendiri, mandiri dan mengenal lebih banyak tentang diri sendiri. Kebetulan, saya orang yang nyaman sendirian. Pergi sendiri ke bioskop nonton film Ada Apa Dengan Cinta 2 di tengah ramai sesak di hari pemutaran perdana? Saya pernah. Makan sendirian di restoran yang ramainya bukan main, ah , biasa itu, mah . Solo traveling ? Saya pun pernah, walaupun masih sebatas perjalanan antar kota. Tidak seperti makan dan nonton di bioskop yang minim risiko, solo traveling atau liburan sendirian masih menjadi hal yang aneh dan mengkhawatirkan bagi beberapa orang. Berada di lingkungan asing tanpa orang dikenal? Duh , malapetaka! Bagaimana kalo saya ditipu warga lokal? Bagaimana kalau ada hal-hal buruk yang menimpa

[PUISI] Cahaya Harapan

Judul : Cahaya Harapan Datang dari pintu kedatangan Dibawanya deru gelora jiwa Bersandar pada lekukan kayu Di sudut lain pada hampa dengan waktu Tabur! Tabur saja cahaya surya! Hingga aku tak kuat lagi menahan silaunya Hingga aku tak mampu lagi berpegangan  pada bumi Hingga aku terhempas keras, keras, keras sekali Di padang gelap terdampar Dimana cahaya itu lenyap, paripurna Hilang… Hilang… Hilang… Pulang menuju pintu keluar Langkahnya masih sama Yang beda hanyalah siapa yang tertinggal di belakang Oh bukan, siapa yang ditinggal di belakang Samar-samar mencari sisa-sisa cahaya Yang menyala dari sela-sela Tak jua ditemui barang secuil pun Padam, padam Cahaya itu padam tanpa disuruh Buat siapa yang di belakang sesak Buat siapa yang di belakang perlu buat cari 9 matahari Karena takut 1 tak cukup Takut 1 akan hilang Maka ia butuh 9 Cahaya itu memabukkan Buat kepayang bagi siapa yang terpapar Cahaya harapan Lenyap! Le

Terus Bergegas Ala Gagas di Usia Dua Belas

  Selamat ulang tahun, GagasMedia! Penerbit yang pernah menolak naskahku dulu, tapi kok belakangan sering dapet hadiah dari penerbit ini :p Yah, my little steps are going to make a big journey. Semoga saja. Selamat ber-12-ria! Sebutkan 12 judul buku yang paling berkesan setelah kamu membacanya! 1. 5cm , Donny Dhirgantoro 2. The Hobbit , J.R.R Tolkien 3. Perahu Kertas , Dewi 'dee' Lestari 4,5,6. Tiga buku kece dari Suzane Collins ( The Hunger Games, Catching Fire , dan Mockingjay ) 7,8. Milana dan Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri dari Bernard Batubara 9. Karya roman klasik, Layla Majnun oleh Nizami 10. Berjuta Rasanya , Tere Liye 11. Kumpulan hari-hari yang bercerita dalam Menuju(h) , Aan Syafrani dkk. 12. Yang paling baru banget dibaca dan berkesan, Misteri Patung Garam -nya Ruwi Meita. Buku apa yang pernah membuatmu menangis, kenapa? Summer Breeze. Waktu itu pertama kali baca novel dan udah tersentuh sama kisah si kembar Ares-Orion yang