Desiran angin menggerak-gerakkan benda itu, butiran tetes
air hujan satu persatu jatuh dari benda yang kami sebut kantong kresek yang
sebenarnya adalah sebuah kantong plastik hitam. Benda itu sesekali
melambai lambai kecil, tersangkut di sebuah kayu atap lantai satu semenjak 3
tahun lalu.
Seorang gadis tampak tengah memperhatikan benda itu. Benda
tak berarti yang memberinya sebuah kenangan. Kenangan yang nyatanya hanya bisa
dikenang.
--
Terdengar suara berisik dari lantai dua. Beberapa gadis
berseragam putih biru tampak tersenyum girang dan sesekali mengintip ke lantai
dasar. Gadis-gadis puber itu meneriaki salah seorang kawannya, gadis
berkerudung dengan wajah yang manis. Menunjuk-nunjuk ke arah bawah kala melihat
seorang lelaki yang ternyata kakak kelas mereka.
“Rizka, itu kak Angga!” gadis-gadis itu berteriak histeris.
Memperhatikan lelaki yang ditemani seorang pria di lantai satu.
Tak berbeda dengan gadis seusia mereka yang selalu histeris
kala melihat seorang pria yang tengah disukai sahabatnya. Kumpulan gadis yang
selalu berteriak ‘ciee’ yang nyatanya dapat bermakna ganda. Karena tak sedikit
yang hanya dapat menyimpan perasaannya pada orang yang sama. Menyimpan perasaan
rapat-rapat hingga tak seorangpun tahu bahwa ada sepasang bola mata lain yang
diam-diam memperhatikan lelaki itu dengan seksama.
Sebuah peristiwa yang akan menjadi kenangan itu akhirnya
dibuat. Entah darimana asalnya, seutas tali meluncur dari lantai dua, tak salah
lagi itu adalah ulah para gadis yang baru lulus SD enam bulan lalu. Ekpresi
riang memancar dari gadis-gadis itu. Bermain-main dengan kakak kelas yang 2
tahun lebih tua dari mereka, rasanya aneh namun menyenangkan.
Tarik ulur akhirnya dimulai, seperti halnya Maria yang
mengirim roti untuk Fahri dengan tali dalam film Ayat-Ayat Cinta. Sebuah
kantong plastik hitam terikat di ujung tali, seakan pengganti keranjang anyaman
dalam kisah ini.
Para gadis itu menunggu apa saja yang akan dikirimkan dari
lantai bawah. Sesekali mereka berlari ke sudut lain di lantai dua demi melihat
seseorang yang ada di bawah. Tengah tersenyum geli melihat adik kelasnya bahkan
tingkahnya sendiri. Seorang dari teman lelaki itu membawa bunga plastik yang
mungkin milik sebuah vas kecil penghias meja guru. Menyenggol-nyenggol lelaki
itu, mendesaknya untuk mengirimkan sebuah bunga mawar plastik pada adik
kelasnya yang tengah menunggu di lantai dua. Beberapa kali tarik ulur ini
terjadi, hingga tak disangka kantong plastik hitam yang disebut kresek itu
menyangkut di atap lantai satu. Gadis-gadis itu mencoba menariknya dengan
paksa, hingga yang tersisa hanya seutas tali tanpa kantong kresek pengganti
keranjang itu.
Kantong plastik itu akhirnya tertahan. Menjadi saksi bisu
telah ada sebuah kisah menarik dalam sebuah cinta monyet. Terbitnya rasa suka
dari seorang remaja putih biru yang melibatkan sahabat dan orang-orang
terdekatnya. Kisah lucu yang takkan terulang. Meski pada akhirnya hanya untuk
dikenang.
--
Hujan mengguyur semenjak siang, kini hanya tinggal
gerimisnya saja yang terasa sendu. Seorang gadis berdiri mematung di depan
sebuah kelas dimana benda hitam masih mengayun pelan karena desiran angin.
Masih memperhatikan kantong kresek hitam yang masih bertahan meski hujan dan
terik sepanjang tahun. Kantong itu masih bertahan, tapi tidak dengan
perasaannya kini.
Gadis itu berseragam putih abu-abu. Satu tingkat lebih
tinggi dari kedudukannya dulu sebagai remaja SMP. Lelaki yang dulu pernah
bermain-main dengannya. Kini serasa menjadi orang asing yang perlu berkenalan
ketika bertemu lagi. Hanya saling pandang bila berpapasan. Pandangan biasa
tanpa arti. Kisahnya sama sekali tak ada artinya. Gadis itu sadar, dalam 86400
detik yang ditempuh lelaki itu setiap harinya, ia tak pernah menyisakan 2
detikpun waktu hanya untuk mengeja nama miliknya. Nama milik gadis itu. Riz-ka.
Comments
Post a Comment