Aku baru saja melepas keberangkatan anakku ke sekolahnya. Sebelumnya, ia tak berkata apapun dan hanya mencium tanganku. Aku sangat mencintainya, seperti sebuah permata yang akan selalu ku jaga, meski terkadang ia bukan seorang anak yang begitu penurut. Anakku memang tak sebegitu ekspresif saat mengucapkan kata-kata di saat sang waktu merangkai diri dan membentuk ritme sebuah tahun. Di saat seperti itu, kami hanya makan bersama dan ia mencium pipiku. Meski begitu, ku rasa itu cukup. Aku mengamati meja belajarnya, meja penuh dengan lembaran kertas dan pena. Prestasinya di sekolah sudah membuatku bangga dan ia telah menjadi pengharum nama bagi keluarga kami. Entah mengapa, hari ini aku ingin menyusuri tempat ia belajar hingga akhirnya ku temukan sebuah botol yang sudah familiar bagiku. Botol selai coklat. Aku teringat, aku selalu ingin membelinya namun uangku tak selalu cukup. Kebutuhan kami sangat mendesak jika dibandingkan dengan membeli sebuah selai coklat. Aku mengamati...